Sabtu, 13 Februari 2010

Sistem Pendidikan Nasional

DEFINISI SISTEM
Sistem berasal dari bahasa Latin (systema) dan bahasa Yunani (sustema) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitasyang berinteraksi, di mana suatu model matematika seringkali bisa dibuat.
Klasifikasi Sistem
a. Sistem Abstrak (Abstract System) dan Sistem Fisik (Physical System)
- Sistem abstrak adalah "sistem yang berupa pemikiran atau ide-ide yang tidak tampak secara fisik".
(Contoh : Sistem Teologia).
- Sistem fisik adalah "sistem yang ada dan tampak secara fisik".
(Contoh : Sistem Komputer, Sistem Transportasi, Sistem Perguruan Tinggi).
b. Sistem Alamiah (Natural System) dan Sistem Buatan Manusia (Human Made System)
- Sistem alamiah adalah "sistem yang terjadi melalui proses alam dan tidak dibuat manusia".
(Contoh : Sistem Tata Surya).
- Sistem buatan manusia adalah "sistem yang dirancang oleh manusia dan melibatkan interaksi antara manusia dengan mesin".
(Contoh : Sistem Informasi, Sistem Komputer, Sistem Mobil, Sistem Telekomunikasi).
c. Sistem Tertentu (Deterministic System) dan Sistem Tak Tentu (Probabilistic System)
- Sistem tertentu beroperasi dengan tingkah laku yang sudah dapat diprediksi, interaksi diantara bagian-bagiannya dapat dideteksi dengan pasti sehingga keluarannya dapat diramalkan
(Contoh : Sistem Komputer melalui program).
- Sistem tak tentu adalah "sistem yang kondisi masa depannya tidak dapat diprediksi karena mengandung unsur probabilitas".
(Contoh : Sistem Evapotranspirasi, Sistem Serapan Hara, Sistem Fotosintesis)


Pengertian Sistem Menurut Para Ahli
Istilah sistem merupakan istilah dari bahasa yunani “system” yang artinya adalah himpunan bagian atau unsur yang saling berhubungan secara teratur untuk mencapai tujuan bersama.
Pengertian sistem menurut sejumlah para ahli :
1. L. James Havery
Menurutnya sistem adalah prosedur logis dan rasional untuk merancang suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan maksud untuk berfungsi sebagai suatu kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.

2. John Mc Manama
Menurutnya sistem adalah sebuah struktur konseptual yang tersusun dari fungsi-fungsi yang saling berhubungan yang bekerja sebagai suatu kesatuan organik untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan secara efektif dan efesien.

3. C.W. Churchman.
Menurutnya sistem adalah seperangkat bagian-bagian yang dikoordinasikan untuk melaksanakan seperangkat tujuan.

4. J.C. Hinggins
Menurutnya sistem adalah seperangkat bagian-bagian yang saling berhubungan.

5. Edgar F Huse dan James L. Bowdict
Menurutnya sistem adalah suatu seri atau rangkaian bagian-bagian yang saling berhubungan dan bergantung sedemikian rupa sehingga interaksi dan saling pengaruh dari satu bagian akan mempengaruhi keseluruhan.

6. LUDWIG VON BARTALANFY
Sistem merupakan seperangkat unsur yang saling terikat dalam suatuantar relasi diantara unsur-unsur tersebut dengan lingkungan.

7. ANATOL RAPOROT
Sistem adalah suatu kumpulan kesatuan dan perangkat hubungan satu sama lain.

8. L. ACKOF
Sistem adalah setiap kesatuan secara konseptual atau fisik yangterdiri dari bagian-bagian dalam keadaan saling tergantung satu sama lainnya.

Pada prinsipnya, setiap sistem selalu terdiri atas empat elemen:
• Objek, yang dapat berupa bagian, elemen, ataupun variabel. Ia dapat benda fisik, abstrak, ataupun keduanya sekaligus; tergantung kepada sifat sistem tersebut.
• Atribut, yang menentukan kualitas atau sifat kepemilikan sistem dan objeknya.
• Hubungan internal, di antara objek-objek di dalamnya.
• Lingkungan, tempat di mana sistem berada
Syarat-syarat sistem :

1. Sistem harus dibentuk untuk menyelesaikan masalah.
2. Elemen sistem harus mempunyai rencana yang ditetapkan.
3. Adanya hubungan diantara elemen sistem.
4. Unsur dasar dari proses (arus informasi, energi dan material) lebih
penting dari pada elemen sistem.
5. Tujuan organisasi lebih penting dari pada tujuan elemen.







Sistem Pendidikan Nasional

Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

.: Jalur Pendidikan
Jalur pendidikan terdiri atas:
1. pendidikan formal,
2. nonformal, dan
3. informal.

Jalur Pendidikan Formal
Jenjang pendidikan formal terdiri atas:
1. pendidikan dasar,
2. pendidikan menengah,
3. dan pendidikan tinggi.

Jenis pendidikan mencakup:
1. pendidikan umum,
2. kejuruan,
3. akademik,
4. profesi,
5. vokasi,
6. keagamaan, dan
7. khusus.

Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar bagi setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Pendidikan dasar berbentuk:
1. Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat; serta
2. Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.
Pendidikan menengah terdiri atas:
1. pendidikan menengah umum, dan
2. pendidikan menengah kejuruan.
Pendidikan menengah berbentuk:
1. Sekolah Menengah Atas (SMA),
2. Madrasah Aliyah (MA),
3. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan
4. Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Perguruan tinggi dapat berbentuk:
1. akademi,
2. politeknik,
3. sekolah tinggi,
4. institut, atau
5. universitas.

Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.


Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Pendidikan nonformal meliputi:
1. pendidikan kecakapan hidup,
2. pendidikan anak usia dini,
3. pendidikan kepemudaan,
4. pendidikan pemberdayaan perempuan,
5. pendidikan keaksaraan,
6. pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja,
7. pendidikan kesetaraan, serta
8. pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas:
1. lembaga kursus,
2. lembaga pelatihan,
3. kelompok belajar,
4. pusat kegiatan belajar masyarakat, dan
5. majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.

Pendidikan Informal
Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

.: Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal.

Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk:
1. Taman Kanak-kanak (TK),
2. Raudatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk:
1. Kelompok Bermain (KB),
2. Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

.: Pendidikan Kedinasan
Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.
Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.
Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.

.: Pendidikan Keagamaan
Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan keagamaan berbentuk:
1. pendidikan diniyah,
2. pesantren,
3. pasraman,
4. pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.



.: Pendidikan Jarak Jauh
Pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
Pendidikan jarak jauh berfungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler.
Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.

.: Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi.
**Warga negara asing dapat menjadi peserta didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

DAFTAR ISTILAH

Pendidikan adalah Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan nasional adalah Pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

Sistem pendidikan nasional adalah Keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

Peserta didik adalah Anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

Jalur pendidikan adalah Wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

Jenjang pendidikan adalah Tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.

Jenis pendidikan adalah Kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.

Satuan pendidikan adalah Kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.

Pendidikan formal adalah Jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Pendidikan nonformal adalah Jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

Pendidikan informal adalah Jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

Pendidikan anak usia dini adalah Suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Pendidikan jarak jauh adalah Pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.

Standar nasional pendidikan adalah Kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Wajib belajar adalah Program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh Warga Negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Warga Negara adalah Warga Negara Indonesia baik yang tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia maupun di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Masyarakat adalah Kelompok Warga Negara Indonesia nonpemerintah yang mempunyai perhatian dan peranan dalam bidang pendidikan.

Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.

Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten, atau Pemerintah Kota.

Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan nasional.













Kemungkinan Masa Depan Sebuah Model untuk Diagnostics dan perbaikan
By Robert DePaolo
Abstrak
Artikel ini menawarkan sebuah kritik terhadap sistem pendidikan khusus saat ini, dan menawarkan sederhana tapi mudah-mudahan masuk akal pertimbangan alternatif untuk masa depan. Alih-alih samar-samar didefinisikan kategori seperti "ketidakmampuan belajar" dan "attention deficit" model ini membahas triadic gaya belajar sebagai kerangka acuan diagnostik dan pivot point untuk modifikasi kurikulum.
________________________________ ________________________________
Saat ini sistem pendidikan khusus telah digambarkan sebagai cacat (Kirst 1993), (Gallagher 1998) dan untuk alasan-alasan yang sedikit jika ada hubungannya dengan kinerja guru atau menurun ducational standar. Memang sejak pendidikan publik sangat dipengaruhi oleh masyarakat yang tepat - misalnya melalui kurikulum diarahkan kemahiran komputer dan kejuruan lain / masyarakat prioritas - hal ini juga mencerminkan apa yang terjadi di masyarakat kita pada waktu tertentu. (Boyles 1998), (Dimitriadis, 2003) hubungan paralel antara budaya adat-istiadat dan pendidikan publik menetes ke dalam domain pendidikan khusus.
Salah satu pengaruh masyarakat pada sistem pendidikan dapat dilihat pada bagaimana pendidik menghadapi fenomena yang dikenal sebagai berbentuk lonceng, atau "normal" kurva. Di masa lalu itu mudah diterima bahwa kemampuan siswa didistribusikan sepanjang kurva dengan cara yang dapat diprediksi. Dalam konteks itu, beberapa siswa yang dianggap "materi kuliah" sementara yang lain didorong untuk masuk ke bidang perdagangan atau mekanis. Yang cukup menarik, pendidik kembali lalu (terperangkap di dalam batas-batas bias pribadi) sering dianggap terikat kampus mahasiswa lebih "mampu." Bahkan, jika ada orang yang menafsirkan kurva normal dengan benar, itu akan mencerminkan distribusi semua kemampuan -- akademik dan sebaliknya - dalam hal persentil dan standar deviasi. Itu akan berarti bahwa beberapa siswa rendah pada kurva normal terhadap bahasa, kemampuan membaca dan matematika mungkin berada di ujung atas berkenaan dengan mekanik dan kemampuan penalaran spasial. Dengan cara yang sama, beberapa dari mereka yang lebih akademis-terampil saudara-saudara mungkin akan lebih rendah terhadap kemampuan mekanis-spasial. (Sebagai catatan, sejak, dalam rangka kemajuan budaya manusia, alat membuat sering digantikan dalam waktu dan pentingnya munculnya huruf dan angka (termasuk mesin cetak Gutenberg) menempatkan mahasiswa perguruan tinggi yang terikat di bagian atas tiang totem mungkin agak meragukan).
Karena otak manusia terdiri dari sekitar dua puluh lima juta neuron dengan miliaran interkoneksi, ada pasti akan variasi, sedikit kesalahan dan kecenderungan khas dalam perkembangan anak. Dengan kata lain, untuk mengharapkan otak dengan volume dan kompleksitas untuk mengembangkan persis sama untuk setiap anak - bahkan terlepas dari kontribusi genetik yang berbeda dari setiap orang tua - akan menjadi absurd. Dalam beberapa kasus orang variasi (semua normal dalam perkembangan saraf luas kerangka) mungkin terdiri dari apa yang merujuk pendidik modern sebagai ketidakmampuan belajar.
Seperti masyarakat Amerika menjadi lebih egaliter, dan kita sebagai orang pada dasarnya memutuskan bahwa perbedaan antara individu dan kelompok-kelompok kurang penting daripada asumsi sebelumnya, kecenderungan ke arah hiper-academization di sekolah-sekolah telah terjadi. Tekanan untuk menunjukkan kompetensi siswa yang diukur oleh tes prestasi, serta kurikulum maju dengan pendekatan konseptual (di mana murid kelas tiga diharapkan untuk memahami konsep-konsep geometri dan aljabar serta kosa kata mereka mungkin tidak pernah menggunakan bahkan sebagai orang dewasa) telah membuat apa yang dapat disebut sebagai sebuah "kecacatan gagal-aman" mengharuskan bahwa semua siswa baik sesuai dengan perguruan tinggi yang terikat kategori atau diidentifikasi dengan sebuah cacat.
Tua telah dipengaruhi oleh tren ini juga. Banyak ingin anak-anak mereka harus diidentifikasi sehingga mereka dapat menerima layanan dukungan, berdasarkan asumsi bahwa hal ini akan mengarah pada peningkatan dramatis dalam berbagai keterampilan akademik, dan lebih khusus lagi, sehingga mereka akan menyusul rekan-rekan mereka. Sayangnya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa bahkan setelah bertahun-tahun pendidikan khusus keuntungan tersebut tidak sering terjadi, paling tidak dalam hal mengejar kriteria (aktor 2006).
Jelas siswa dapat menerima pelatihan kejuruan pada tingkat sekolah tinggi, dan di beberapa kabupaten lebih awal dari itu. Namun, hal itu menimbulkan pertanyaan tentang seberapa efektif pelatihan pendidikan khusus dan baik dalam analisis akhir, mencoba berenang melawan gelombang yang dikenal sebagai kurva normal adalah suatu usaha layak.
Beberapa aspek kurikulum modern tampak sangat bermasalah. Yang semakin canggih konseptual dan program-program kurikulum di sekolah-sekolah umum tidak sesuai dengan kebutuhan banyak siswa. Akibatnya, orang bisa cukup bertanya apakah kedua kurva normal dan perkembangan kurikulum inconsonant bertanggung jawab atas meningkatnya jumlah siswa yang diidentifikasi dengan ketidakmampuan belajar. Ini membawa dilema bagi para pendidik yang benar-benar ingin semua siswa mereka untuk belajar keterampilan yang diperlukan, tetapi yang pasti, masing-masing dan setiap hari dalam kehidupan profesional mereka, tindakan yang menyimpang dari kurva normal dan hambatan perkembangan anak.
Beberapa telah membahas masalah ini, misalnya Allen (1998) dan Dimitriadis (2003) dan sebagai respons terhadap masalah ini, telah muncul tren baru di bidang pendidikan khusus. Salah satunya adalah Respon untuk Intervensi, yang melakukan advokasi untuk pelayanan langsung tanpa membutuhkan banyak evaluasi, menggunakan pra dan pasca prestasi akademik kriteria untuk menentukan apakah suatu metode pengajaran atau kurikulum yang sesuai dan memungkinkan pendidik untuk menentukan apakah, dalam terang respons siswa untuk pendekatan ini, dia memang cacat.
RTI adalah sebuah fenomena menarik, walau sedikit paradoks. Hal ini baru, namun dalam beberapa hal rekapitulasi metode yang digunakan oleh guru sebelum munculnya pendidikan khusus, ketika menghabiskan lebih banyak waktu dengan siswa miskin dan membuat atau mencari materi kurikulum sesuai dengan kemampuan mereka cukup umum. RTI mewakili semacam pemberontakan terhadap filsafat pendidikan khusus klasik belum beroperasi berdasarkan premis yang sama; secara spesifik bahwa beberapa mahasiswa memiliki cacat dan bahwa kurva normal relatif tidak memiliki bantalan pada apa keahlian dan defisit mungkin setiap anak Ini juga mengandaikan bahwa di-the-papan kelas-akademik tingkat kinerja dapat dicapai oleh sebagian besar siswa jika metode yang tepat dan materi kurikulum yang digunakan.
Tidak ada yang salah dengan asumsi-asumsi sejauh mereka pergi. Pendidik harus optimis dan juga realistis dalam pandangan profesional mereka. Selain itu, banyak siswa dengan ketidakmampuan belajar tampaknya memiliki rata-rata atau kemampuan intelektual yang lebih tinggi. Tradisional yang menimbulkan pertanyaan tentang mengapa ada perbedaan antara asli mereka kemampuan dan kinerja kelas mereka. Sejauh kita memandang kemampuan intelektual sebagai suatu indeks potensi, beberapa penjelasan ini disebut untuk. Baik tradisional pendidikan khusus instruktur dan instruktur RTI harus, dan alamat yang melakukan masalah. Namun, meskipun pendekatan berbasis penelitian yang melekat di kedua RTI dan metode-metode tradisional, hasil perbaikan pendidikan khusus dalam beberapa kasus telah kurang (Colvin & Helfand 1999). Mungkin itu karena metode-metode, dan kurikulum skor telah dikalahkan teori perkembangan anak, sehingga kita sekarang mengajar dalam hal metode bukan dalam hal anak.
Tidak ada kepura-puraan di sini yang benar-benar merevisi sistem pendidikan khusus. Saat ini bekerja pendidik khusus lama, keras jam dengan murid-murid mereka dan sering mempunyai tangan mereka terikat oleh dipertanyakan kurikulum, memberatkan peraturan dan sikap apatis mahasiswa. Namun mereka tetap berada di jalur dan untuk alasan itu, pantas rasa hormat dan kagum. Di sisi lain tampaknya air pasang bergeser, tidak hanya dalam bidang RTI tetapi dengan cara lain juga. Dalam semangat itu, berikut adalah futuristik proyeksi dari apa yang lebih berpusat pada anak, sistem pendidikan inklusif semaksimal mungkin terlihat seperti ..
Two Faces of Intelligence Two Faces of Intelligence
Jika seseorang bisa melihat ke dalam pikiran anak selama proses belajar, neuro-psikologis timbal-balik akan menjadi jelas. Sebenarnya hal itu akan terlihat hampir seperti (neuron), tarik ras di salah satu kota di California sekitar tahun 1955. Dalam satu jalur akan menjadi "mobil intelijen" yang terdiri dari sel-sel otak yang dirancang untuk memilih ide, perilaku, asosiasi dan kenangan dari dalam besar, unfathomably bising, otak kompleks. Di jalur lain akan suatu "rangsangan mobil" yang terdiri dari aktivitas seluler yang kekuatan otak - berlaku mengaktifkan dan menyoroti sirkuit sehingga pencarian dapat dilakukan. Lomba memiliki pusat pemerintahan: dalam rangka untuk mempelajari mobil gejolak tidak dapat menyalip mobil intelijen. Kalau tidak, belajar dan motivasi yang dikompromikan.
Hubungan antara kendaraan adalah timbal balik. Dalam rangka untuk memilih membutuhkan gairah. Untuk menjadi terangsang membutuhkan suatu tugas Jika pencarian berlanjut terlalu lama, gairah menjadi berkepanjangan dan otak mengalami overload. Bahkan, neurolog Kurt Goldstein telah disebut sebagai reaksi bencana dan biasanya mengarah ke tugas ditinggalkannya.
Secara teoritis, setiap siswa memiliki potensi untuk menjawab pertanyaan di ilmu sosial atau menyelesaikan soal matematika sepanjang mereka telah terpapar ke informasi yang relevan, dan selama rangsangan yang bersaing tidak mengurangi memproses informasi ketika pertama kali disajikan Karena sebagai Dudai (2004) dan Sara (2000) telah menunjukkan, kenangan dikonsolidasikan lebih mudah daripada diambil, anak mungkin mempunyai jawaban, dan keterampilan, namun tidak dapat memberikan jawaban sampai otomatisitas. Beberapa chldren memiliki kapasitas untuk mentolerir berkurang gairah otak mempengaruhi gairah levels.In mobil cenderung melebihi mobil intelijen, sesuai dengan metafora di atas. Seorang anak dengan gairah yang rendah toleransi (LAT) akan biasanya harus muncul dengan jawaban segera, supaya ia jangan dipaksa untuk meninggalkan tugasPada satu sisi masalahnya bukanlah ketidakmampuan belajar per se, atau setidaknya melampaui definisi itu. Dia juga memiliki sebuah "suara" masalah, yang diciptakan oleh modulasi gairah miskin. Walaupun dia mungkin memiliki memori, ia tidak memiliki toleransi gairah yang diperlukan untuk panjang pencarian dan fungsi pengambilan.
Berpikir mensyaratkan adanya potensi sakit. Itu berarti waktu yang diperlukan untuk mengambil sebuah jawaban merupakan faktor penting dalam belajar dan motivasi.. Dalam menyelesaikan membaca, menulis atau matematika latihan, kedua faktor ini selalu dalam bermain.
Itu dibahas di atas bahwa IQ tampaknya untuk mengikuti dispersi statistik ditandai oleh kurva normal. Ini juga telah menunjukkan bahwa rangsangan toleransi juga sama didistribusikan di antara anak-anak. Oleh karena itu ada korelasi kuat antara temperamen dan kinerja kelas. Yang memiliki implikasi bagi anak-anak cara belajar, dan mungkin untuk cara-cara di mana pendidik akan mengajarkan siswa pendidikan khusus di masa depan.
Siswa LAT sensitif terhadap kenyataan bahwa gairah tinggi adalah permusuhan, dan akan berusaha untuk mempertahankan tingkat gairah rendah. Kebutuhan untuk menyesuaikan tingkat gejolak dapat mengakibatkan penarikan, hari bermimpi dan lain-kontrol stimulus perilaku. Mereka bersaing dengan kegiatan belajar.
Namun pembelajaran memerlukan tingkat optimal gairah. Untuk mempelajari tugas baru, atau tugas, mahasiswa harus memanggil apriori tingkat kewaspadaan dan tugas-konsonan tingkat gairah (Yerkes, Dodson 1908). Tindakan meredakan aktivitas otak dapat merusak pembelajaran di kelas dan menghalangi yang neuro-proses cat dasar. That invites some discussion of the learning process itself. Yang mengundang beberapa diskusi mengenai proses pembelajaran itu sendiri.
A Triadic Learning Paradigm Sebuah Paradigma Belajar Triadic
Siswa memiliki gaya belajar berbeda-beda. Some are visual, some auditory, some whole to part, some rote. Ada yang visual, beberapa auditori, beberapa keseluruhan untuk bagian, beberapa hafalan. Di sini, tiga mode dasar pembelajaran yang dibahas dalam hal terjadinya dalam pengaturan kelas yang khas. Salah satunya adalah kebiasaan-asosiatif. Hal ini mengacu pada bacaan-belajar dan belajar menghafal dan dalam banyak cara sederhana proses asosiatif. Itu pernah menjadi metode utama dalam pendidikan. Menyanyi dan / atau membaca huruf alfabet dan tabel perkalian, menghafal ejaan latihan, latihan konjugasi kata kerja dalam kelas-kelas bahasa asing dan nyanyian fakta sejarah, seperti ... Pada tahun 1492 Columbus mengarungi lautan biru ... semua digunakan untuk menanamkan dasar pembelajaran faktual.
Belajar kebiasaan-asosiatif melibatkan otak jalur sempit proses dengan periode singkat dan cepat gairah resolusi. Hal ini tidak terlalu berat dan jarang seorang anak meninggalkan tugas seperti. Karena anak-anak rentan terhadap hiper-gejolak (Carrion, Garrett et. Al (2007) yang signifikan.
Beberapa siswa dewasa lebih lambat daripada yang lain dan gairah yang rendah terus melewati ambang batas waktu khas frame. Mendiagnosis masalah ini tidak terlalu sulit, dan sementara itu dapat dilakukan secara fisiologis dengan beberapa presisi melalui tidak berbahaya, tidak menimbulkan potensi mengganggu respons penilaian itu juga dapat dilakukan melalui pengamatan.. Siswa dengan LAT juga akan cenderung memiliki gairah yang cepat respon. Tiba-tiba rangsangan akan menyebabkan reaksi berlebihan, iritasi, keluhan dan kesulitan "turun" setelah input. Mereka juga akan kurang toleran terhadap perubahan dalam rutinitas karena perubahan dalam membangkitkan gairah rangsangan di otak (Kiehl, Stevens et.al 2005). Mereka mungkin juga menampilkan ledakan yang cukup temperamen dan / atau emosional lability. Akhirnya mereka akan menunjukkan kecenderungan menjadi "stimulus-terikat" yaitu, biasanya dipengaruhi oleh input eksternal, dengan berkurangnya kapasitas untuk amnd metacognition self regulation.
Bagi siswa, tingkat kecerdasan mungkin lebih sedikit tidak menjadi penentu kinerja akademik dari kurikulum dan metode pengajaran. Dalam istilah neurologis LAT siswa akan cenderung untuk melakukan terbaik dengan kebiasaan-metode asosiatif, terutama dalam beberapa tahun pertama sekolah. Hal ini akan melibatkan asosiasi sederhana, penggunaan sajak, anagram, dan lain lexigrams "bahasa berirama formula." Format ini juga dapat disesuaikan dengan siswa di sekolah menengah dan tinggi. Metode tradisional tugas menyingkat juga dapat bermanfaat, tapi itu tergantung pada sifat dari tugas. Jika mahasiswa tidak dapat segera memahami esensi tugas dan gairah lomba tingkat melewati ambang batas karena kebingungan, akan ada kecenderungan untuk meninggalkan tugas dalam setiap peristiwa.
Definisi dari proses ini adalah sedikit berubah di sini untuk tujuan singkat. Meta-kognisi secara khusus mengacu kepada seorang pelajar yang simultan atau sekuensial kesadaran diri selama belajar. Ini berkonotasi sesuatu di luar perhatian pada tugas. Dalam istilah sederhana meta-kognisi dilihat di sini sebagai fungsi bahasa internal di mana pelajar berbicara sendiri melalui tugas, tugas rusak, dan memperkuat diri sebagai hasil ia berhasil melalui tugas. Itu sendiri dikenakan juxatposed umpan balik pada tugas itu sendiri.
Meta-kognisi sering digambarkan sebagai tipe tertinggi belajar. Ini dipandang sebagai suatu proses tingkat menengah, hanya karena bimbingan internal dan pengakuan kesuksesan terjadi membutuhkan beberapa keakraban dengan tugas. Misalnya dalam komposisi tertulis, pelajar harus tahu bagaimana mengeja banyak kata-kata dan memiliki beberapa pemahaman tentang topik atau titik akhir komposisi. Ia hanya harus mengambil dan mengumpulkan orang-kenangan. Jadi meta-kognisi adalah benar-benar penerapan bahan belajar sebelumnya dengan panduan diri dimasukkan sebagai mekanisme fokus dan memotivasi.
Meta-kognisi memerlukan tingkat toleransi yang lebih tinggi gairah daripada kebiasaan-metode asosiatif panjang karena sifat tugas dan fakta bahwa mahasiswa harus mengaktifkan dua sistem di otak - perhatian pada kedua diri dan tugas. Akibatnya, metode yang akan kurang user-friendly bagi mahasiswa LAT - meskipun rata-rata intelek. Beberapa siswa tidak akan mencapai meta-kognitif tingkat performa dan akan tampak terlepas, tidak konsisten dan hampir meremehkan pekerjaan akademis. Bagi mereka kebiasaan-metode asosiatif mungkin lebih tepat, setidaknya sampai pematangan atau terang-terangan penguasaan materi tercapai dan otomatisitas di ingat membuat meta-kognisi mungkin dan kurang permusuhan.
Di sini mahasiswa dimulai dengan kelangkaan pengetahuan dasar yang digunakan untuk berkumpul kembali dengan materi baru. Belajar bahasa asing tanpa bor - yaitu, melalui pendekatan percakapan, berharap murid-murid akan memahami esensi dari bahasa tanpa pengetahuan dari mur dan baut tata bahasa - akan menjadi contoh dari hal ini. Sebuah pelajaran matematika kelas memerlukan ketiga untuk memahami hubungan konseptual di antara jajaran genjang, belah ketupat dan segitiga sama sisi akan menjadi lain.
Kuncinya terletak pada mengetahui apakah siswa telah mempelajari materi lama dulu. Beberapa metode kurikulum diskon pentingnya anak sebelum skema (menurut teori Piaget) dan mengajarkan kepada kurikulum. LAT siswa akan memiliki waktu yang sangat sulit dengan pendekatan jenis ini dan dapat diharapkan untuk di bawah-melakukan peduli seberapa banyak waktu yang dihabiskan dalam kelompok kecil atau satu-ke-satu sesi perbaikan.
A Future Model A Future Model
Mengingat pembahasan di atas dapat dibayangkan bahwa di masa depan, arahan pendidikan khusus akan melibatkan suatu pergeseran filosofis dari perbedaan model (yakni antara nilai tes dalam konteks kinerja kelas) untuk sebuah model yang mencakup tugas-toleransi. Ini akan didasarkan pada pada asumsi bahwa kecerdasan, ingatan, perhatian dan mengambil yang dibingkai sampai batas tertentu oleh nafsu ambang batas toleransi. Dalam konteks itu, kurikulum dapat dirancang untuk mengakomodasi baik kemampuan umum dan gairah tingkat toleransi. Imajinatif program dapat dibuat dalam kebiasaan-asosiatif, meta-kognitif dan kembali kerangka kerja integrative. Semua ini dapat dimasukkan ke dalam struktur kelas reguler, termasuk panjang dan sifat pekerjaan rumah, mengajar matematika, membaca, ilmu pengetahuan dan bahasa asing.
Dengan pengecualian mahasiswa dengan kerusakan kognitif dan / atau gangguan perkembangan yang parah lainnya, siswa dapat diklasifikasikan menurut tingkat toleransi gejolak yang akan dianggap untuk menentukan batas-batas pada fokus mereka. memorizing and retrieval capacities. menghafal dan kapasitas pengambilan.
Remedial Concepts Remedial Konsep
Dalam sistem itu, diagnosis, kurikulum dan metode pengajaran akan disederhanakan. Sebuah kebiasaan-asosiatif pelajar akan cenderung mengalami kesulitan dengan aspek pencarian meta-kognitif latihan dan dengan pemisahan kognitif yang diperlukan untuk melihat diri sendiri dan tugas baik secara bersamaan atau secara berurutan. Akibatnya ia mungkin perlu memiliki fungsi pencarian yang disediakan untuknya - katakan dalam bentuk daftar referensi dan portabel lain pribadi / jurnal ensiklopedia informasi). Dengan cara yang sama dengan penguatan dan tugas-bimbingan mungkin harus berasal dari sumber eksternal, seperti tingkat yang sangat tinggi dari komentar positif dari staf, tugas eksternal penyelenggara, atau direkam petunjuk untuk urutan tugas.
Beberapa siswa hanya akan tidak memiliki gairah toleransi untuk intregrative kembali belajar. Asosiatif bantu seperti disebutkan di atas bisa membuktikan membantu, tapi kembali integratif, novel persyaratan tugas mungkin harus dihindari demi yang lebih mendasar pendekatan asosiatif.
Ada lebih banyak dan lebih baik diragukan lagi solusi untuk masalah saat ini dalam pendidikan khusus. Tidak akan mengherankan jika, seperti RTI dan model ini, metode baru yang dirancang untuk menyederhanakan dan memperbaiki berorientasi patologi diagnostik dan metode perbaikan dalam sistem yang sekarang, sehingga perkembangan anak, daripada kurikulum filsafat akan mendikte arah masa depan pendidikan khusus .

















REFERENSI
Allen, J (1998) Masih A Nation at Risk. Center for Education Reform. Manifesto Pendidikan.
Boyles, D. (1999) American Pendidikan dan Korporasi: The Free Market Goes to School.: Pedagogi dan Panas Culure, Falmer Press.
Bangkai, VG A Garrett, V. Menon, CF Weems & ALReiss (2007) Post traumatic stress gejala dan fungsi otak selama inhibisi respon tugas: suatu studi fMRI pada masa mudanya. Depresi dan Kegelisahan doi. 1002/ da 20346.
Dimitriadis, G (2003) Janji-janji untuk tetap; Cultural Studies, Demokrat Pendidikan dan Kehidupan Masyarakat (Teori Sosial, Pendidikan dan Kebudayaan Ubah. Amazon.com.
Dudai, Y (2004) The neurobiology of consolidation: how stable is the engram? Dudai, Y (2004) The neurobiologi konsolidasi: bagaimana stabil adalah engram? Annual Review of Psychology 55: 51-86 Annual Review of Psychology 55: 51-86
Gallagher, D (1998) The Scientific Knowledge Base Pendidikan Khusus: Apakah Kita Tahu Apa yang Kita Pikirkan Kita Tahu?. Anak-anak luar biasa, 64: 493-502.
Kiehl, KMC Stevens, K. Laurens, G. Pearlson, V. Calhoun & P. Liddle (2005) Suatu proses adaptif model refleksif neurokognitif fungsi: bukti pendukung dari sebuah studi fMRI skala besar dari sebuah tugas eksentrik pendengaran. Neuroimage: 25: 899-915
Kirst, M (1993) Kekuatan dan Kelemahan dalam Pendidikan Masyarakat Amerika, In; The State of New York sekolah. A Conference Report. Bloomington, Indiana Ed Stanley Elam, Bloomington, Indiana
Sara, SJ (2000) Retrieval and re-consolidation: toward a neurology of remembering. Sara, SJ (2000) p'gambilan dan re-konsolidasi: menuju neurologi mengingat. Learning and Memory 7: 73-84 Belajar dan Memori 7: 73-84
Aktor, G "The Pulse" Administrasi Distrik Magazine - artikel diambil oleh R. Colvin dan P Helfand, LA Times - Desember 1999.
Yerkes, KM & JD Dodson (1908) Hubungan kekuatan rangsangan untuk kecepatan pembentukan kebiasaan. Journal of Comparative Neurology and Psychology 18, 459-482.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar